Tulisan untuk Dzulfikkar dan Ilaria

Selamat pagi ranselseratusliter,

Aku mau menulis untuk dua manusia yang tak pernah aku jumpai langsung, tak pernah berdialog, tak pernah berjabat, tak pernah bertatap langsung, tetapi membantuku memecahkan mitos kebudayaan yang membesarkanku. Yaitu Cinta dan segala hal tentangnya.

Saya belum menikah dan jarang menjalin hubungan, jadi selama ini pengertian cinta dan pernikahan yang banyak di benakku adalah pada pengertian “kata orang”. Sedikit dalam hati kecilku tak sepakat dengan sebagian kata orang, baik itu saudara dan orang tuaku sendiri. Aku punya pandangan sendiri ttg cinta dan pernikahan. Tetapi pikiranku masih sebatas pikiran dan belum berupa tindakan, hanya sebatas ide yang belum menjadi pengalaman. Beruntunglah aku ketika melihat kisah kalian berdua. Ini meyakinkanku bahwa anggapan yg selama ini aku dapatkan tidak semuanya benar. Tidak. Saya katakan lagi. Tidak.

Tadi malam dapat kabar dari teman yg kerja di Radar Batang, tentang dua orang pasangan yang akhirnya menikah. Sebenarnya sudah lama berita ttg kalian sudah aku ikuti dan cari tau sejak pertengahan April lalu di berbagai macam media.

Mas Dzulfikkar ‘Whisnu’ dan Ilaria ‘Lakshmi’ Montebianco

Semenjak pertengahan bulan april, tak tahu kenapa aku intens sekali membaca berita ttg kalian berdua. Di berbagai jenis koran manapun, di sosial media apapun, tanya wartawan peliputnya langsung dan diskusi dengan teman teman di grup.

Walau tak berkunjung langsung ke Batang, bagiku, melihat kisah cinta kalian di media, membuatku terharu sekaligus bangga kalian akhirnya mampu melakukan itu.

Sebelum melihat berita kalian bulan April lalu, saya disibukkan oleh skripsi saya di Undip. Banyak berita berita ttg pernikahan artis mewarnai media sosial. Tetapi sungguh sangat biasa saja dan tak membuatku tertarik sekilas di berita tsb. Ketika selintas kalian muncul di medsos, mendadak spontan aku tutup lembaran map skripsiku utk mencari tahu ttg kalian berdua dan menghadirkan tanya, “Apakah yang selama ini saya pikirkan itu nyata ?”

Ternyata memang benar, kalian sungguh nyata.

Kalian berdua merupakan dua orang yg saling mencintai dan berhasil menang melawan anggapan bahwa cinta itu harus penuh dengan syarat, menikah itu harus penuh dengan benih benih materiil, bibit bebet bobot lah, harus ini, itu, dan aneka bentuk tradisi pra-nikah lainnya.

Sebenarnya banyak orang Indonesia yang menikah dengan orang luar negeri (bule). Banyak pula alasannya. Tetapi aku tak begitu tertarik sampai pada akhirnya melihat kalian.
Kekagumanku pada kalian adalah perjuangan saling cinta lewat social media selama dua tahun lamanya sebelum bertemu, tanpa tatap, tanpa bergandengan tangan, tanpa lain lain yg biasa orang lain lakukan saat pacaran. Lalu perjuangan masing-masing dari kalian untuk memperjuangkan cinta yg murni tanpa embel-embel dan intervensi orang lain, bahkan keluarga.

Mungkin konsep pernikahan kalian masih menggunakan cara lama. Itu tak jadi masalah.Aku sadar karena kalian melakukannya di lingkungan si pria sehingga harus ikut tradisi lingkungan sekitar. Tak jadi masalah.
Bagiku, cinta itu tak berbentuk dan tak bersyarat apapun. Kedua orang saling jatuh cinta dan melegitimasi cintanya dengan menikah. Itu adalah hal yg wajar. Tetapi ketika proses cinta sudah tercemar oleh aneka macam syarat-syarat dari luar orang yg jatuh cinta dan pada saat percintaan maka cinta akan kehilangan kemurniannya.

Memang wajar, berpikir ttg bagaimana mengurus keluarga, beli susu utk anak, dan memberi makan keluarga. Sangat wajar. Tetapi itu bukanlah bagian yg harus di pikirkan dan menjadi aneka syarat di awal percintaan.

Pada saat awal cinta muncul maka berpikir berjuang utk menikah.

Pada saat setelah menikah maka berpikir berjuang utk kehidupan pasca menikah.

Sangat simpel menurut saya. Pada proses perjuangan di setiap tahap itulah cinta sebagai sebuah rasa hadir dan mengiringi dua individu utk tetap bertahan dan melawan aneka anggapan yg perlahan membunuh cinta.

Dzulfikkar dan Ilaria, saya tak tahu agenda kalian pasca menikah. Semoga ketenangan batin selalu menjadi sikap kalian utk melawan segala sesuatu yg dunia inginkan. Lakukanlah yg kalian mau. Bukan yg dunia mau. Hati hati dengan sistem kebendaannya. 

Selamat menempuh hidup baru 🙂

Rasanya sudah sangat lama sekali air tidak menetes di mata, dan semalam, susah sekali membendung rasa haru yang akhirnya keluar.

Terima kasih Tuhan, telah kau ciptakan ragam pikiran manusia di dunia. Salah satu dari mereka kau tunjukkan padaku utk berpikir lebih dalam lagi. Sungguh maha mulia sekali engkau Tuhan yang tak berbentuk. Manusia akan menjadi semakin nyata, saat memakai keberaniannya untuk mengetahui kebesaran-MU

Semarang

Dinar Fitra Maghiszha

Tinggalkan komentar